Skenario
Terakhir
11 Maret 2012
Segerombol awan
mendung telah bergelung menyelimuti pagiku yang sepi. Kesunyian menjadikan
udara yang dingin semakin menggigit tulang. Sendiri aku duduk di atas kursi
rodaku, mengenang apa yang kumiliki dan apa yang telah pergi dariku. Semakin lama aku merenungkannya semakin
dalam tergores jiwaku. Seiring dengan tetes pertama hujan air mataku pun ikut menetes.
Tak pernah ku bayangkan apa yang Tuhan akan
berikan padaku. SkenarioNya tidak pernah terbaca oleh siapa pun, semua berusaha
keras untuk memainkannya sebaik mungkin. Apakah aku sudah bermain dengan baik?
atau aku sudah terlalu rusak hingga perlu digantikan oleh pemain yang lebih
baik?
Tapi, hanya satu hal yang aku tahu, tidak ada
pemain yang tidak berguna di pentas agungNya. Walau pun pada akhirnya semua
akan tergantikan, terbuang, dikenang atau diabaikan.
Sama halnya dengan dirinya. Dia pemain yang baik,
berperan menjadi tokoh yang penting, baik untuk diriku maupun orang lain.
Namun, kita tidak pernah tahu bahwa perannya dalam pentas ini tidaklah
sepanjang peran yang lainnya.
Kucoba menarik nafas panjang, berharap bisa
meredakan isak tangisku.
”Eve, ayo masuk,
sayang. Nanti kamu kedinginan.” Perlahan
tangan hangat ibuku memijit pundakku dan menggiringku masuk. Ia selalu tahu dimana aku berada, terutama setelah hari-hari berat itu
berlalu.
00:00 , 1 Januari 2012
Suara trompet dan kembang api berpadu menjadi satu
menciptakan suasana yang meriah di awal tahun ini.
”Happy New Year,
everyone.” Seruku ke langit, berharap langit yang penuh dengan warna-warni
kembang api dapat menyampaikan pesanku ke semua orang.
Sesosok pemuda melangkah ke arahku. Badannya
tegap, langkahnya luwes dan seulas senyum menghiasi bibirnya. “Happy New
Year, Eve.”
“Happy New Year
too, Donny . Apa resolusimu tahun ini?” aku mendekati Donny dan memeluknya.
”Sama seperti
tahun-tahun sebelumnya,” ia tersenyum kembali sambil memperlihatkan deretan
gigi putihnya yang sempurna.
”Membuat lebih
banyak kebaikan untuk dunia” aku dan Donny mengatakannya secara bersamaan. Aku sangat ingat dengan kata-kata itu, kata yang
diucapkannya pertama kali saat bertemu denganku.
Kami tertawa bersama-sama. Sangat disayangkan pada
tahun ini aku harus merayakan tahun baru di rumah sakit. Aku harus dirawat lagi
karena penyakitku kembali kambuh. Tinggal dua hari lagi sampai
dokter mengijinkan aku pulang. Tapi selama seminggu di rumah sakit, Donny selalu menjengukku dan terkadang membawakanku
hadiah.
”Dan apa resolusimu?”
”Aku ingin mewujudkan impianku tahun ini.
Membangun organisasi untuk para remaja yang kreatif.” Donny tahu akan impianku yang satu ini. Dia juga
sangat mendukung impianku itu.
”Aku akan membantumu sebisaku.” Ia mengelus puncak
kepalaku. ”Jadi, kapan kau akan
memulainya?”
” Segera setelah dokter membenarkan perutku.”
kataku dengan nada bercanda. Itu sudah menjadi lelucon kami selama seminggu
ini. Sudah tiga tahun ini ginjalku bermasalah, kata dokter aku harus menemukan
donor ginjal yang sesuai jika ingin aku sembuh. Tapi sangat sulit menemukan
donor yang sesuai karena aku beraliran darah langka.
14 Januari 2012
Lima puluh remaja dari usia 12 sampai 18 tahun
sudah berkumpul di dalam ruangan. Mereka berasal dari keluarga kurang mampu dan
beberapa dari panti asuhan. Donny dan beberapa temannya sudah berhasil mengumpulkan
anak-anak yang ingin bergabung dan membentuk sebuah organisasi bersamaku, Young
Spirits Society. Tujuanku membentuk organisasi ini adalah untuk membantu
anak-anak yang kurang mampu dengan memberikan mereka sebuah keterampilan khusus yang diharapkan
kelak dapat mengubah nasib mereka .
Donny dan aku
sudah membagi mereka menjadi 3 kelompok, Kelompok Seni, Kelompok Sastra dan
Kelompok Kerajinan. Temanku Jessy dan Yuni yang seorang penari dan pelukis
menjadi koordinator Kelompok Seni. Rena, Sui, dan Hendra menjadi koordinator Kelompok Sastra, dan Mira menjadi
koordinator Kelompok Kerajinan. Mereka semua adalah sahabat-sahabatku yang
bersedia membantuku untuk mengurus YSS.
Hari ini
orangtuaku dan beberapa pengusaha datang ke acara peresmian YSS yang kudirikan
bersama sahabat-sahabatku. Ini
merupakan hari yang sangat membahagiakan karena satu lagi mimpiku telah
tercapai.
14 Februari 2012
Hari ini Valentine, hari dimana coklat dan bunga
menjadi pemandangan yang dominan dimana-mana. Aku dapat banyak coklat dan bunga
dari anak-anak YSS, selain karena sekarang hari valentine juga karena sekarang
sudah sebulan YSS berdiri dan memperlihatkan perkembangan yang baik. Namun
orang yang aku tunggu-tunggu belum juga menampakan batang hidungnya. Sudah jam
tiga sore tapi Donny belum juga menemuiku, padahal aku sudah menyuruhnya untuk
menemuiku di pantai jam satu.
Kucoba untuk menghubunginya tapi handphonenya
tidak aktif. Telpon rumahnya juga tidak ada yang mengangkat. Belum pernah aku
kehilangan kontak dengan Donny sebelumnya. Dia pasti selalu ada setiap aku
memerlukannya.
Kini semut-semut kecil telah mengrubungi coklat
yang telah susah payah aku buat untuknya. Debur ombak pantai seakan mengejekku,
mereka dengan gembiranya berkejar-kejaran sebelum akhirnya terpecah di bibir
pantai yang berpasir putih. Angin bertiup semakin kencang dan kumpulan awan
hitam telah datang kembali hari ini. Pasti akan ada badai, jadi aku pergi saja.
Tidak peduli bila Donny mencariku, ini hari yang sudah aku tunggu-tunggu dan
yang kudapatkan hanya kekecewaan.
Aku baru saja akan naik ke mobil sportku saat
handphoneku berbunyi, dari Sarah, kakaknya Donny.
“Halo,” sapaku.
“Eve, kamu dimana?” Suara Sarah terdengar
samar-samar.
“Aku lagi di jalan. Kenapa kak?” Aku menghidupkan
mesin mobil dan langsung tancap gas sebelum hujan turun.
“Tolong kamu ke rumah sakit sekarang, Donny masuk
rumah sakit.” Aku yakin sekali sekarang ini Sarah sedang menahan tangisnya. Aku
kaget sekali akan apa yang aku dengar barusan. Aku langsung menghentikan laju
mobilku, kuulangi lagi apa yang barusan Sarah katakan. “Donny. Masuk. Rumah.
Sakit.” Aku langsung tertawa, Sarah pasti sedang bercanda pikirku sambil
mengingat tubuh kuat Donny yang sering bermain basket bersamaku.
“Eve! Aku nggak bercanda. Donny lagi sekarat kamu
malah ketawa. Cepet ke rumah sakit aku tunggu di parkiran.” Sambungan telepon
langsung terputus, pasti karena signalnya.
Aku langsung pergi ke rumah sakit walaupun aku
masih syok karena dibentak oleh Sarah. Belum pernah aku mendengar Sarah semarah
ini. Untunglah mobilku bisa diajak kompromi disaat-saat seperti ini, aku terus
memacu mobilku sampai aku melihat rumah sakit yang sudah kukenal sejak tiga
tahun lalu. Kulihat Sarah dengan pakaian serba hijau menungguku di gerbang
parkir.
Setelah memarkir RX-8 kesayanganku aku langsung
berlari ke arah Sarah. Sarah terlihat pucat, matanya merah karena menahan
tangis.
“Sarah, sebenarnya Donny kenapa?”
“Sebenarnya sejak kecil Donny punya penyakit
jantung tapi dia berkeras untuk tidak memberitahukannya kepadamu, dan sekarang,” Sarah menarik nafas panjang
sebelum melanjutkan. “Dia sedang dirawat, aku memanggilmu kesini karena..
karena aku takut kamu nggak akan bisa bertemu dengan dia lagi.” Akhirnya tangis
Sarah pecah. Hatiku miris mendengar apa yang dikatakan Sarah barusan. Kucoba
untuk menenangkannya agar aku dapat bertanya lebih jauh.
Aku menggiring Sarah ke dalam gedung rumah sakit
kerena hujan sudah mulai turun. Tepat pada saat itu aku melihat ibu Sarah
datang. “Sebaiknya kalian masuk, Donny sudah sadar.” Kata wanita itu, beliau
sudah ku kenal dengan baik dan sekarang beliau terlihat sangat lelah walaupun
masih sempat tersenyum saat melihatku.
Aku dan Sarah masuk ke dalam ruangan, ruangan itu
bernuansa biru langit, warna kesukaan Donny. Donny terbaring di ranjang dengan
selang menempel di tubuhnya. Hariku kembaili sakit melihat sahabatku terbaring
lemas tanpa daya, matanya tertutup dan aku dapat mendengar setiap tarikan
nafasnya yang menahan sakit.
“Don,” Sarah memanggil adiknya. “Don, bangun, ada
Eve disini.” Donny perlahan membuka matanya dan menatap kakaknya. Perlahan ia
mengalihkan pandangannya kepadaku.
“Hei,” Suara Donny terdengar lemas. “Pasti sangat
menyedihkan melihatku saat ini.” Katanya sambil terpaksa tersenyum.
Akhirnya air mataku tumpah, ini adalah pertama kalinya
aku menangisinya. “kenapa kamu nggak bilang kalau kamu sakit?”
“Karena aku sendiri nggak ngerasa sakit, Ve.”
Sarah menyuruhku duduk di kursi dan dia langsung keluar ruangan, memberikanku
waktu untuk bersama Donny.
“Udah, jangan nangis,” Donny memegang tanganku.
“Aku bakal sembuh, jadi kamu jangan nangis lagi.”
Aku akhirnya berhenti menangis saat ibunya Donny
masuk dan mengajakku keluar karena kata dokter Donny perlu istirahat.
“Tante, sebenarnya Donny sakit apa?” kuberanikan
diri bertanya.
“Dia punya kelainan pada jantungnya, sejak kecil
dia sudah beberapa kali keluar masuk rumah sakit. Dan kata dokter dia sudah
tidak bisa di tolong, tinggal menghitung minggu saja.” Tante Risa langsung
menangis dan akupun kembali menangis.
Setelah berjam-jam aku menunggu di ruang tunggu
bersama Sarah dan Tante Risa akhirnya aku berpamitan karena sekarang ada rapat
penting YSS. Ini juga demi Donny, jika sampai aku tidak mewakilinya kami akan
kehilangan donatur untuk kegiatan-kegiatan YSS.
17:51 , 14 Februari 2012
Hujan turun sangat deras saat aku dalam perjalanan
ke gedung YSS. Aku nyakin udara diluar sangat dingin dan kabut mulai turun.
Saat aku tiba di lampu merah perempatan dekat tempat tujuanku, dua orang gadis
kecil mendekat ke arah mobilku. Mereka tidak menggunakan payung atau jas hujan
dan salah satu gadis menuntun gadis satunya. Mereka mengeluarkan alat musik yang terbuat dari tutup botol, dan
gadis yang satunya mulai menyanyi. Awalnya aku tidak begitu peduli, namun gadis
kecil itu menyanyi dengan suara keras, mencoba mengalahkan suara hujan yang
bergemuruh. Aku menurunkan kaca jendelaku, ternyata suara gadis itu sangat
merdu. Aku mengulurkan tanganku memanggil mereka mendekat.
“Dimana orang tua kalian?” gadis-gadis itu
mendekat dan menjawab, “Mereka sudah pergi.”
Aku melihat gadis yang tadi di tuntun oleh gadis
lainnya saat berbicara, matanya tidak melihat ke arahku, dia buta. “Mereka
meninggal setahun lalu. Boleh kamu minta bayarannya?”
Entah apa yang terjadi denganku, bukannya
memberikan uang receh kepada mereka aku malah mengajak mereka masuk ke mobilku.
“Masuklah, jika kalian ingin mengubah hidup kalian. Aku pemilik Young Spirit
Society, kalian bisa ikut denganku.” Mereka berbicara sebentar dan akhirnya
masuk ke dalam mobil.
“Maaf, kami membuat mobil mbak basah.” Kata salah
satu gadis saat duduk di jok mobilku.
“Siapa nama kalian?”
“Namaku Astri dan ini saudaraku Mitha, Mitha buta
sejak lahir.” Kata gadis itu sedih.
Sampai di YSS, Yuni dan Sui langsung mengeringkan
kedua gadis kecil itu, sedangkan aku langsung ke ruangan dimana para donatur
sudah menunggu. Langsung saja aku meminta maaf atas keterlambatanku dan karena
ketidakhadiran Donny.
Astri dan Mitha langsung bisa bergaul dengan
anak-anak lainnya. Aku menghampiri mereka, “apa kalian senang berada disini?”
Mereka hanya mengangguk sebagai jawaban. “Kalian
boleh tinggal disini bersama satpam dan pengurus gedung ini. Tapi kalian harus
menjadi bintang, suara kalian bagus. Disini kalian bisa masuk Kelompok Seni,
nanti Yuni akan mencarikan guru vokal untuk kalian. Kalian mengerti?”
“Mengerti. Terima kasih mbak Eve.” Mitha menjawab.
Kemudian aku meninggalkan mereka dengan anak-anak lainnya. Mereka tampak senang
dengan apa yang aku lakukan.
Sui menghampiriku dan bertanya, “Bagaimana keadaan
Donny?”
“Kau tahu tentang Donny?” tanyaku heran. Bukankah
tidak ada yang tahu tentang penyakit Donny?
“Aku teman SMP Donny, aku tahu dia punya penyakit
bawaan. Jadi bagaimana keadaannnya?”
“Dokter bilang sudah tidak bisa.” Sui dan aku
terdiam sangat lama. Akhirnya aku berpamitan kepada Sui dan yang lain, aku ingin beristirahat
malam ini.
3 Maret 2012
Sudah tujuh belas hari sejak Donny masuk rumah
sakit dan sampai hari ini pun ia belum membaik. Aku setiap hari menengoknya,
menceritakan tentang anak-anak di YSS dan terutama tentang Astri dan Mitha. Dia
sangat senang mendengarnya. Selang dan jarum semakin banyak terpasang di
tubuhnya. Dia juga terlihat lebih kurus.
Hari ini aku datang membawa beberapa hasil karya
anak-anak Kelompok Kerajinan dan aku juga mengajak Astri dan Mitha untuk
menghibur Donny. Dia terlihat bangga melihat prakarya yang terbuat dari
daun-daun kering yang dibuat oleh anak-anak Kelompok Kerajinan. Dan Mitha
menyanyikan lagu A Thousand Years, Donny sangat terkesan dengan suara yang
dimiliki Mitha.
“Jika aku kalah melawan penyakit ini aku akan
berikan mataku padamu.” Kata Donny. Aku kaget mendengarnya begitu juga Astri
dan Mitha. Belum sempat aku berbicara Donny langsung menghentikanku dan
berkata. “Dan perutku untukmu, Eve. Karena darah kita sama dan aku sudah menanyakannya
kepada dokter tentang itu.”
“kamu pasti menang, Don. Kamu kan kuat, aku yakin
kamu pasti sembuh.” Aku berusaha tersenyum.
Donny tersenyum dan berkata, “Kalian pulanglah,
sudah malam, obatku juga sudah mulai bekerja.” Jadi begitulah, akhirnya aku dan
kedua gadis itu pulang.
20:34 , 3 Maret 2012
Aku tidak pernah menyangka penyakitku akan kambuh
saat aku menyetir dengan kecepatan 80 KM/jam. Hal terakhir yang kuingat adalah
Astri berteriak kepadaku dan aku menabrakan RX-8ku ke pohon.
2:12 , 4 Maret 2012
“Eve, bangun.” Seseorang menepuk pundakku.
Ternyata Donny, senang sekali melihatnya sehat seperti dulu. Senyum cerah
menghiasi bibirnya. Tangannya terulur dan membantuku bangun. Aku tidak tahu
dimana aku berada, semuanya terlihat buram, hanya Donny yang terlihat nyata dan
jelas.
“Kita dimana, Don?” tanyaku padanya.
“Tidak penting kita berada dimana. Eve, nanti
setelah kau sadar, aku ingin kau berjanji untuk menjaga dan merawat YSS yang
telah kita buat bersama. Dan aku juga ngin kau menyerahkan lagu yang aku buat
pada Mitha. Dia pasti akan senang saat menyanyikannya.”
“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti,” Donny
menempelkan telunjuknya di bibirku.
“Nanti Mitha akan melihat dengan mataku. Sekarang
waktuku tinggal sedikit, dan aku harus pergi.” Sedikit demi sedikit sosok Donny
mulai menghilang. Kucoba untuk menggapainya tapi percuma saja karena Donny
sudah pergi.
3:02 , 4 Maret 2012
Hal yang pertama yang kulihat adalah wajah ibuku,
wajahnya terlihat sangat khawatir. Ia tersenyum kepadaku dan berkata, “hai,
bagaimana keadaanmu, sayang?”
Aku berusaha untuk duduk tapi rasa perih di
perutku kembali membuatku terjatuh di atas ranjang. Tanganku memegang perutku
dan ada balutan perban disana. Apa yang terjadi?
Seakan tahu apa yang ku pikirkan ibuku menjawab, “Kau
mendapat donor ginjal yang cocok.”
Aku mulai khawatir sekarang.
“Siapa?” tanyaku dengan suara bergetar menahan
ketakutanku.
“Donny.” Jawab ibuku datar. Airmataku tumpah
seketika, aku menangis dalam diam, aku diam sementara ibuku menceritakan apa
yang terjadi.
Donny, sahabatku yang terbaik, mendapatkan
serangan terakhirnya dan menutup mata setelah meminta kepada dokter untuk
mendonorkan ginjalnya kepadaku dan kedua retinanya kepada Mitha. Dan
menyumbangkan seluruh uang dari hasil bisnisnya ke YSS.
11 Maret 2012
Bagiku suara Mitha kali ini terdengar seperti
burung yang benyanyi dengan sedih. Dia menyanyikan lagu It Will Rain dengan
gayanya sendiri. Ia dan Astri sudah sangat berubah sejak pertama kali aku
melihat mereka di bawah derasnya hujan. Kini Mitha sudah bisa melihat dengan
donor retina dari Donny.
Aku masih terduduk di atas kursi rodaku saat Sui
menyuruhku untuk memberikan pidato pada acara peringatan seminggu meninggalnya
Donny.
Ku tarik nafas dalam-dalam dan mulai berbicara,
“Sudah seminggu sahabat kita , Donny telah berpulang. Dia bukan hanya seorang
pembisnis biasa, dia adalah seorang pahlawan. Memang bukan pahlawan yang
berusaha untuk mengusir penjajah, tapi dia adalah seorang pahlawan yang berperang
untuk melawan penyakit yang dideritanya. Walau pun pada akhirnya dia kalah, dia
memberikan kemerdekaan bagi dua orang disini. Aku dan Mitha.” Aku mengangguk
kepada Mitha. “Mata untuk seorang penyanyi buta dan ginjal bagi seorang penulis
yang sekarat. Dan masih banyak hal yang ia berikan.”
Aku menarik nafas dan melanjutkan. “Mungkin Tuhan
sudah menuliskan skenario untuk dirinya. Mungkin juga Tuhan sudah menjadikannya
sebagai penghidup bagi pemeran yang lainnya. Dia menjalankan perannya dengan
sangat baik, pengorbanannya sungguh luar biasa. Dialah pahlawan kita.”
Semuanya bertepuk tangan setelah aku selesai
menyampaikan sambutanku. Dan Mitha menyanyikan lagu buatan Donny, The Last
Hero.
I
remembered when the sky calm down
The
birds were singing like the paradise will come
With
the air I climb the montain to save your life
I
fall, I fall, rise my spirit to make you smile
My
heartbeat just for you, my eyes will watch you
Forever
love, forever
Keep
my spirit for the generation
May
be I am The Last Hero
By: Satay