Kesetiakawanan Perekat Peradaban
Peperangan Belum Usai
Indonesia merupakan negara yang besar dengan wilayah yang luas dan rakyat
yang banyak. Merupakan suatu hal yang luar biasa jika bisa menyatukan negara
yang besar ini, negara yang memiliki beraneka ragam suku, agama, dan ras.
Pendahulu kita dengan segenap jiwa mempersatukan bangsa ini agar terbebas dari
belenggu penjajahan. Mereka
mempertaruhkan jiwa dan raga agar kelak penerus mereka bisa menghirup udara
kemerdekaan.
Namun kini, setelah kita menikmati
kemerdekaan hampir lebih dari separuh abad (67 tahun) kita malah merusaknya. Cobalah
kita bandingkan nilai rasa persatuan tempo dulu dengan saat ini. Mungkin akan
terlihat perbedaan yang sangat besar. Hal itu dikarenakan kita menganggap
peperangan sudah usai dan kemerdekaan akan kita miliki selamanya. Akan tetapi,
hal itu seharusnya tidak pernah kita coba banyangkan, karena hal itu salah
besar. Kemerdekaan kita saat ini hanyalah sebuah pengakuan belaka, bahwa
Indonesia telah merdeka secara utuh. Sedangkan dari dalam ”tubuh” Indonesia
sendiri belumlah aman. Rasa aman semakin terkoyak oleh berbagai kejadian yang
memilukan dan bahkan memalukan. Misalnya, penyerangan pos polisi, perselisihan
antar penduduk, aksi teroris, permusuhan antar suku/agama/ras, adanya keinginan
kelompok-kelompok tertentu memaksakan kehendak, dan seterusnya. Sedikit demi
sedikit rasa persatuan Indonesia mulai memudar oleh kemilau sinar kemerdekaan
yang membuat kita lupa bahwa peperangan seseungguhnya belum selesai.
Rasa Kepedulian
Rasa persatuan yang memudar
tersebut sudah terbukti dengan adanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepoteisme).
Mereka yang melakukan KKN sudah buta dan tuli akan saudara sebangsa dan hilang
rasa persatuannya. Mereka hanya mengambil keuntungan untuk diri sendiri atau
golongan tertentu dan mengabaikan nasib saudara sebangsanya yang dirugikan.
Rasa keakuan mereka tinggi sehingga melupakan apa yang dulu pernah
diperjuangkan oleh para leluhur bangsa Indonesia. Sesungguhnya sadar tidak
sadar kemerdekaan itu adalah kebutuhan hakiki setiap bangsa yang berdaulat.
Akan tetapi, kemerdekaan yang telah diraih dengan cucuran air mata dan darah
kini terasa semakin terkoyak oleh prilaku orang-orang yang kurang peduli
terhadap pemaknaan arti kemerdekaan yang sesungguhnya.
Tanpa kepedulian yang tinggi terhadap
pemaknaan kemerdekaan yakni adanya pengakuan bahwa kita adalah bangsa yang
berdaulat, kita adalah satu tanah air, dan kita sesungguhnya adalah bersaudara,
mustahil akan tumbuh rasa kepercayaan, senasib dan sepenanggungan, serta kesetiakawanan
nasional yang tinggi. Justru sebaliknya, tanpa itu semua kita akan
terpecah-pecah menjadi kepingan kecil yang tidak berdaya.
Bila kita tahu dan tetap buta
dan tuli akan nasib bangsa kita, itulah yang disebut tidak peduli. Kepercayaan
dan kesetian akan muncul dengan sendirinya bila kita peduli akan sesama, bangsa
dan negara kita. Oleh karenanya kita perlu untuk menumbuhkan dan mengembangkan
semangat kesetiaan berbangsa dan bernegara yang utuh.
Kesetiakawanan
Umpamakanlah kita ini sebagai
sapu lidi yang hanya akan berguna bila disatukan dan diikat dengan seutas tali.
Apabila tali pengikatnya terlepas dan membuat batang-batang sapu itu tercerai
berai, hal itu tidaklah berguna. Hal yang sama juga berlaku untuk kita, apabila
kesetiaan terhadap sesama tidak ada dan persatuan tidak pernah tumbuh di tanah
air kita, kita akan hancur dan tidak berdaya, namun bila kita bersatu segalanya
dapat kita lakukan.
Hal termudah yang bisa kita
lakukan dikehidupan sehari-hari adalah mempercayai teman, sahabat, kolega dan
keluarga kita. Bersamaan dengan adanya rasa percaya tumbuh juga kesetiaan kita.
Di dalam pergaulan remaja masa
kini kesetiaan ini lebih dikenal dengan kesetiakawanan. Mereka terutama
menempatkan rasa setia ini kepada teman atau sahabat mereka. Sehingga ikatan
yang terbentuk disini masih berskala kecil.
Kesetiakawanan yang dimaksud
disini bukanlah ”senjata” yang digunakan untuk memperdayakan teman kita saat
mengikuti ujian. Teman yang baik tidak akan memberikan temannya contekan saat
ujian walaupun temannya tersebut menggunakan nama kesetiakawanan untuk
mendapatkan kemudahan, karena hal tersebut tidaklah baik. Justru kesetiakawanan
berarti ”senjata” sesungguhnya jika kita bisa bertenggang rasa dan tepa selira
pada saat teman atau sahabat kita sedang menghadapi musibah yang membuat mereka
tidak berdaya atau terpuruk.
Dari ikatan kecil inilah akan terbentuk kesatuan
yang besar. Bila suatu ikatan kecil ini mengikat ikatan lainnya maka akan
membentuk jalinan bagai rantai yang kuat. Begitulah bila kita memiliki
kesetiakawanan yang tinggi.
Apabila kita memiliki
kesetikawanan dan menjalin hubungan yang baik dengan sesama kita, tidak mungkin
akan terjadi tawuran seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini. Atau
bentrokan antar daerah yang dipicu hanya oleh masalah kecil.
Jaga dan rawatlah kesetiakawanan agar persatuan bangsa ini tetap utuh. Kesetiakawanan juga dapat merekatkan
hubungan kita dengan sesama kita walaupun berbeda suku dan agama. Karena perbedaan
bukanlah sebuah pemecah persatuan, melainkan sebuah pelengkap dari banyak
kekurangan.
Jangan merusak rasa persatuan
dengan kepuasan pribadi semata. Bila sahabat atau saudara kita sedang
kesusahan, sepantasnyalah kita merasakan hal yang sama dan membantunya. Untuk
itulah, sebagai bangsa beradab yang tumbuh dari masa-masa silam yang pahit
hendaknya terus ’eling’ agar senantiasa memperteguh iman, mempererat tali
silahturami dan rasa persaudaraan, dan mengembangkan rasa kesetiakawanan
nasional dengan tulus ikhlas niscaya kita akan dapat membuktikan bahwa
Indonesia adalah negara besar yang benar-benar berdaulat dan berbudaya tinggi.
0 komentar:
Posting Komentar