Laman

Jumat, 14 Desember 2012

Budaya Bali



              
Ciuman Menjadi Salah Satu Tradisi Di Bali

              

Omed-omedan atau yang disebut juga med-medmedam adalah acara ciuman masal yang rutin di gelar oleh warga Banjar kaja, Desa Sesetan. Denpasar Selatan, pada setiap tanggal 1 tahum cakka, atau sehari setelah Hari Nyepi. Menurut cerita masyarakat setempat, acara ini sudah di wariskan sejak tahun 1900-an. Omed-omedan melibatkan seka teruna-teruni atau pemuda-pemudi umur 17 tahun hingga 30 tahun atau yang sudah menginjak dewasa namun belum menikah. Dalam bahasa Bali, med-medan sama dengan paid-paidan, berarti saling tarik-menari. Jadi, med-medan adalah ritual saling tarik-menarik antara kelompok pemuda dengan kelompok pemudi untuk memohon keselamatan seluruh warga desa.
            Prosesi med-medan dimulai dengan persembahyangan bersama untuk memohon keselamatan. Usai sembahyang, peserta dibagi menjadi dua kelompok, laki-laki dan perempuan. Kemudian kedua kelompok tersebut mengambil posisi saling berhadapan di jalan utama desa. Setelah seorang sesepuh desa memberikan aba-aba, kedua kelompok saling mendekat. Begitu bertemu, peserta terdepan saling tarik-menarik lalu berciuman dan disaksikan oleh ribuan penonton. Prosesi tersebut dilakukan secara bergantian sehingga semua peserta kebagian berciuman.
            Tidak semua masyarakat Bali, bahkan masyarakat Sesetan Kaja sendiri menyukai tradisi ini. Pernah, pada tahun 1970-an para sesepuh banjar memutuskan agar acara ini ditiadakan. Namum, tak lama berselang, di pelataran Pura terjadi perkelahian yang amat seru antara dua ekor babi, dan keduanya menghilang begitu saja di tengah perkelahian. Oleh warga, peristiwa itu dianggap sebagai pertanda buruk. Maka, med-medan pun kembali dilangsungkan.
            Jauh sebelum itu, ada kisah menarik mengenai med-medan ini. Saat itu, begitu Hari Nyepi usai, masyarakat Puri Oka, sebuah kerajaan kecil di Denpasar selatan, menggelar permainan med-medan alias saling tarik-menarik antara kelompok pemuda dengan pemudi yang amat seru. Saking serunya, acara tarik-menarik itu  berubah menjadi acara saling merangkul dan situasi berubah menjadi gaduh. Raja yang saat itu sedang sakit pun marah besar. Dengan terhuyung-huyung beliau keluar hendak  menghardik warganya. Namun, begitu melihat adegan itu, tiba-tiba sakit Sang Raja mendadak sirna dan beliau pun sehat seperti sediakala. Raja itu lalu mengeluarkan titah agar med-medan itu dilaksanakan tiap tahun saat ngembak geni (menyalakan api pertama) setelah Hari Nyepi.
            Begitu diselenggarakan lgi, giliran pemerintah Kolonial Belanda yang terusik melihat upacara itu. Belanda melarang ritual itu. Namun, warga yang taat tidak menghiraukan larangan itu. Acara ciuman masal itu pun berlangsung hingga sekarang.



                                                                                                                                   

0 komentar:

Posting Komentar