Laman

Kamis, 13 Desember 2012

Contoh Cerpen


Skenario Terakhir


11 Maret 2012
Segerombol awan mendung telah bergelung menyelimuti pagiku yang sepi. Kesunyian menjadikan udara yang dingin semakin menggigit tulang. Sendiri aku duduk di atas kursi rodaku, mengenang apa yang kumiliki dan apa yang telah pergi dariku. Semakin lama aku merenungkannya semakin dalam tergores jiwaku. Seiring dengan tetes pertama hujan air mataku pun ikut menetes.
Tak pernah ku bayangkan apa yang Tuhan akan berikan padaku. SkenarioNya tidak pernah terbaca oleh siapa pun, semua berusaha keras untuk memainkannya sebaik mungkin. Apakah aku sudah bermain dengan baik? atau aku sudah terlalu rusak hingga perlu digantikan oleh pemain yang lebih baik?
Tapi, hanya satu hal yang aku tahu, tidak ada pemain yang tidak berguna di pentas agungNya. Walau pun pada akhirnya semua akan tergantikan, terbuang, dikenang atau diabaikan.
Sama halnya dengan dirinya. Dia pemain yang baik, berperan menjadi tokoh yang penting, baik untuk diriku maupun orang lain. Namun, kita tidak pernah tahu bahwa perannya dalam pentas ini tidaklah sepanjang peran yang lainnya.
Kucoba menarik nafas panjang, berharap bisa meredakan isak tangisku.
”Eve, ayo masuk, sayang. Nanti kamu kedinginan.” Perlahan tangan hangat ibuku memijit pundakku dan menggiringku masuk. Ia selalu tahu dimana aku berada, terutama setelah hari-hari berat itu berlalu.

00:00 , 1 Januari 2012
Suara trompet dan kembang api berpadu menjadi satu menciptakan suasana yang meriah di awal tahun ini.
”Happy New Year, everyone.” Seruku ke langit, berharap langit yang penuh dengan warna-warni kembang api dapat menyampaikan pesanku ke semua orang.
Sesosok pemuda melangkah ke arahku. Badannya tegap, langkahnya luwes dan seulas senyum menghiasi bibirnya. “Happy New Year, Eve.”
“Happy New Year too, Donny . Apa resolusimu tahun ini?” aku mendekati Donny  dan memeluknya.
”Sama seperti tahun-tahun sebelumnya,” ia tersenyum kembali sambil memperlihatkan deretan gigi putihnya yang sempurna.
”Membuat lebih banyak kebaikan untuk dunia” aku dan Donny  mengatakannya secara bersamaan. Aku sangat ingat dengan kata-kata itu, kata yang diucapkannya pertama kali saat bertemu denganku.
Kami tertawa bersama-sama. Sangat disayangkan pada tahun ini aku harus merayakan tahun baru di rumah sakit. Aku harus dirawat lagi karena penyakitku kembali kambuh. Tinggal dua hari lagi sampai dokter mengijinkan aku pulang. Tapi selama seminggu di rumah sakit, Donny  selalu menjengukku dan terkadang membawakanku hadiah.
”Dan apa resolusimu?”
”Aku ingin mewujudkan impianku tahun ini. Membangun organisasi untuk para remaja yang kreatif.” Donny  tahu akan impianku yang satu ini. Dia juga sangat mendukung impianku itu.
”Aku akan membantumu sebisaku.” Ia mengelus puncak kepalaku.  ”Jadi, kapan kau akan memulainya?”
” Segera setelah dokter membenarkan perutku.” kataku dengan nada bercanda. Itu sudah menjadi lelucon kami selama seminggu ini. Sudah tiga tahun ini ginjalku bermasalah, kata dokter aku harus menemukan donor ginjal yang sesuai jika ingin aku sembuh. Tapi sangat sulit menemukan donor yang sesuai karena aku beraliran darah langka.

14 Januari 2012
Lima puluh remaja dari usia 12 sampai 18 tahun sudah berkumpul di dalam ruangan. Mereka  berasal dari keluarga kurang mampu dan beberapa dari panti asuhan. Donny  dan beberapa temannya sudah berhasil mengumpulkan anak-anak yang ingin bergabung dan membentuk sebuah organisasi bersamaku, Young Spirits Society. Tujuanku membentuk organisasi ini adalah untuk membantu anak-anak yang kurang mampu dengan memberikan mereka  sebuah keterampilan khusus yang diharapkan kelak dapat mengubah nasib mereka .
Donny dan aku sudah membagi mereka menjadi 3 kelompok, Kelompok Seni, Kelompok Sastra dan Kelompok Kerajinan. Temanku Jessy dan Yuni yang seorang penari dan pelukis menjadi koordinator Kelompok Seni. Rena, Sui, dan Hendra menjadi koordinator Kelompok Sastra, dan Mira menjadi koordinator Kelompok Kerajinan. Mereka semua adalah sahabat-sahabatku yang bersedia membantuku untuk mengurus YSS.
Hari ini orangtuaku dan beberapa pengusaha datang ke acara peresmian YSS yang kudirikan bersama sahabat-sahabatku. Ini merupakan hari yang sangat membahagiakan karena satu lagi mimpiku telah tercapai.

14 Februari 2012
Hari ini Valentine, hari dimana coklat dan bunga menjadi pemandangan yang dominan dimana-mana. Aku dapat banyak coklat dan bunga dari anak-anak YSS, selain karena sekarang hari valentine juga karena sekarang sudah sebulan YSS berdiri dan memperlihatkan perkembangan yang baik. Namun orang yang aku tunggu-tunggu belum juga menampakan batang hidungnya. Sudah jam tiga sore tapi Donny belum juga menemuiku, padahal aku sudah menyuruhnya untuk menemuiku di pantai jam satu.
Kucoba untuk menghubunginya tapi handphonenya tidak aktif. Telpon rumahnya juga tidak ada yang mengangkat. Belum pernah aku kehilangan kontak dengan Donny sebelumnya. Dia pasti selalu ada setiap aku memerlukannya.
Kini semut-semut kecil telah mengrubungi coklat yang telah susah payah aku buat untuknya. Debur ombak pantai seakan mengejekku, mereka dengan gembiranya berkejar-kejaran sebelum akhirnya terpecah di bibir pantai yang berpasir putih. Angin bertiup semakin kencang dan kumpulan awan hitam telah datang kembali hari ini. Pasti akan ada badai, jadi aku pergi saja. Tidak peduli bila Donny mencariku, ini hari yang sudah aku tunggu-tunggu dan yang kudapatkan hanya kekecewaan.
Aku baru saja akan naik ke mobil sportku saat handphoneku berbunyi, dari Sarah, kakaknya Donny.
“Halo,” sapaku.
“Eve, kamu dimana?” Suara Sarah terdengar samar-samar.
“Aku lagi di jalan. Kenapa kak?” Aku menghidupkan mesin mobil dan langsung tancap gas sebelum hujan turun.
“Tolong kamu ke rumah sakit sekarang, Donny masuk rumah sakit.” Aku yakin sekali sekarang ini Sarah sedang menahan tangisnya. Aku kaget sekali akan apa yang aku dengar barusan. Aku langsung menghentikan laju mobilku, kuulangi lagi apa yang barusan Sarah katakan. “Donny. Masuk. Rumah. Sakit.” Aku langsung tertawa, Sarah pasti sedang bercanda pikirku sambil mengingat tubuh kuat Donny yang sering bermain basket bersamaku.
“Eve! Aku nggak bercanda. Donny lagi sekarat kamu malah ketawa. Cepet ke rumah sakit aku tunggu di parkiran.” Sambungan telepon langsung terputus, pasti karena signalnya.
Aku langsung pergi ke rumah sakit walaupun aku masih syok karena dibentak oleh Sarah. Belum pernah aku mendengar Sarah semarah ini. Untunglah mobilku bisa diajak kompromi disaat-saat seperti ini, aku terus memacu mobilku sampai aku melihat rumah sakit yang sudah kukenal sejak tiga tahun lalu. Kulihat Sarah dengan pakaian serba hijau menungguku di gerbang parkir.
Setelah memarkir RX-8 kesayanganku aku langsung berlari ke arah Sarah. Sarah terlihat pucat, matanya merah karena menahan tangis.
“Sarah, sebenarnya Donny kenapa?”
“Sebenarnya sejak kecil Donny punya penyakit jantung tapi dia berkeras untuk tidak memberitahukannya kepadamu,  dan sekarang,” Sarah menarik nafas panjang sebelum melanjutkan. “Dia sedang dirawat, aku memanggilmu kesini karena.. karena aku takut kamu nggak akan bisa bertemu dengan dia lagi.” Akhirnya tangis Sarah pecah. Hatiku miris mendengar apa yang dikatakan Sarah barusan. Kucoba untuk menenangkannya agar aku dapat bertanya lebih jauh. 
Aku menggiring Sarah ke dalam gedung rumah sakit kerena hujan sudah mulai turun. Tepat pada saat itu aku melihat ibu Sarah datang. “Sebaiknya kalian masuk, Donny sudah sadar.” Kata wanita itu, beliau sudah ku kenal dengan baik dan sekarang beliau terlihat sangat lelah walaupun masih sempat tersenyum saat melihatku.
Aku dan Sarah masuk ke dalam ruangan, ruangan itu bernuansa biru langit, warna kesukaan Donny. Donny terbaring di ranjang dengan selang menempel di tubuhnya. Hariku kembaili sakit melihat sahabatku terbaring lemas tanpa daya, matanya tertutup dan aku dapat mendengar setiap tarikan nafasnya yang menahan sakit.
“Don,” Sarah memanggil adiknya. “Don, bangun, ada Eve disini.” Donny perlahan membuka matanya dan menatap kakaknya. Perlahan ia mengalihkan pandangannya kepadaku.
“Hei,” Suara Donny terdengar lemas. “Pasti sangat menyedihkan melihatku saat ini.” Katanya sambil terpaksa tersenyum.
Akhirnya air mataku tumpah, ini adalah pertama kalinya aku menangisinya. “kenapa kamu nggak bilang kalau kamu sakit?”
“Karena aku sendiri nggak ngerasa sakit, Ve.” Sarah menyuruhku duduk di kursi dan dia langsung keluar ruangan, memberikanku waktu untuk bersama Donny.
“Udah, jangan nangis,” Donny memegang tanganku. “Aku bakal sembuh, jadi kamu jangan nangis lagi.”
Aku akhirnya berhenti menangis saat ibunya Donny masuk dan mengajakku keluar karena kata dokter Donny perlu istirahat.
“Tante, sebenarnya Donny sakit apa?” kuberanikan diri bertanya.
“Dia punya kelainan pada jantungnya, sejak kecil dia sudah beberapa kali keluar masuk rumah sakit. Dan kata dokter dia sudah tidak bisa di tolong, tinggal menghitung minggu saja.” Tante Risa langsung menangis dan akupun kembali menangis.
Setelah berjam-jam aku menunggu di ruang tunggu bersama Sarah dan Tante Risa akhirnya aku berpamitan karena sekarang ada rapat penting YSS. Ini juga demi Donny, jika sampai aku tidak mewakilinya kami akan kehilangan donatur untuk kegiatan-kegiatan YSS.

17:51 , 14 Februari 2012
Hujan turun sangat deras saat aku dalam perjalanan ke gedung YSS. Aku nyakin udara diluar sangat dingin dan kabut mulai turun. Saat aku tiba di lampu merah perempatan dekat tempat tujuanku, dua orang gadis kecil mendekat ke arah mobilku. Mereka tidak menggunakan payung atau jas hujan dan salah satu gadis menuntun gadis satunya. Mereka mengeluarkan  alat musik yang terbuat dari tutup botol, dan gadis yang satunya mulai menyanyi. Awalnya aku tidak begitu peduli, namun gadis kecil itu menyanyi dengan suara keras, mencoba mengalahkan suara hujan yang bergemuruh. Aku menurunkan kaca jendelaku, ternyata suara gadis itu sangat merdu. Aku mengulurkan tanganku memanggil mereka mendekat.
“Dimana orang tua kalian?” gadis-gadis itu mendekat dan menjawab, “Mereka sudah pergi.”
Aku melihat gadis yang tadi di tuntun oleh gadis lainnya saat berbicara, matanya tidak melihat ke arahku, dia buta. “Mereka meninggal setahun lalu. Boleh kamu minta bayarannya?”
Entah apa yang terjadi denganku, bukannya memberikan uang receh kepada mereka aku malah mengajak mereka masuk ke mobilku. “Masuklah, jika kalian ingin mengubah hidup kalian. Aku pemilik Young Spirit Society, kalian bisa ikut denganku.” Mereka berbicara sebentar dan akhirnya masuk ke dalam mobil.
“Maaf, kami membuat mobil mbak basah.” Kata salah satu gadis saat duduk di jok mobilku.
“Siapa nama kalian?”
“Namaku Astri dan ini saudaraku Mitha, Mitha buta sejak lahir.” Kata gadis itu sedih.
Sampai di YSS, Yuni dan Sui langsung mengeringkan kedua gadis kecil itu, sedangkan aku langsung ke ruangan dimana para donatur sudah menunggu. Langsung saja aku meminta maaf atas keterlambatanku dan karena ketidakhadiran Donny.
Astri dan Mitha langsung bisa bergaul dengan anak-anak lainnya. Aku menghampiri mereka, “apa kalian senang berada disini?”
Mereka hanya mengangguk sebagai jawaban. “Kalian boleh tinggal disini bersama satpam dan pengurus gedung ini. Tapi kalian harus menjadi bintang, suara kalian bagus. Disini kalian bisa masuk Kelompok Seni, nanti Yuni akan mencarikan guru vokal untuk kalian. Kalian mengerti?”
“Mengerti. Terima kasih mbak Eve.” Mitha menjawab. Kemudian aku meninggalkan mereka dengan anak-anak lainnya. Mereka tampak senang dengan apa yang aku lakukan.
Sui menghampiriku dan bertanya, “Bagaimana keadaan Donny?”
“Kau tahu tentang Donny?” tanyaku heran. Bukankah tidak ada yang tahu tentang penyakit Donny?
“Aku teman SMP Donny, aku tahu dia punya penyakit bawaan. Jadi bagaimana keadaannnya?”
“Dokter bilang sudah tidak bisa.” Sui dan aku terdiam sangat lama. Akhirnya aku berpamitan kepada  Sui dan yang lain, aku ingin beristirahat malam ini.

3 Maret 2012
Sudah tujuh belas hari sejak Donny masuk rumah sakit dan sampai hari ini pun ia belum membaik. Aku setiap hari menengoknya, menceritakan tentang anak-anak di YSS dan terutama tentang Astri dan Mitha. Dia sangat senang mendengarnya. Selang dan jarum semakin banyak terpasang di tubuhnya. Dia juga terlihat lebih kurus.
Hari ini aku datang membawa beberapa hasil karya anak-anak Kelompok Kerajinan dan aku juga mengajak Astri dan Mitha untuk menghibur Donny. Dia terlihat bangga melihat prakarya yang terbuat dari daun-daun kering yang dibuat oleh anak-anak Kelompok Kerajinan. Dan Mitha menyanyikan lagu A Thousand Years, Donny sangat terkesan dengan suara yang dimiliki Mitha.
“Jika aku kalah melawan penyakit ini aku akan berikan mataku padamu.” Kata Donny. Aku kaget mendengarnya begitu juga Astri dan Mitha. Belum sempat aku berbicara Donny langsung menghentikanku dan berkata. “Dan perutku untukmu, Eve. Karena darah kita sama dan aku sudah menanyakannya kepada dokter tentang itu.”
“kamu pasti menang, Don. Kamu kan kuat, aku yakin kamu pasti sembuh.” Aku berusaha tersenyum.
Donny tersenyum dan berkata, “Kalian pulanglah, sudah malam, obatku juga sudah mulai bekerja.” Jadi begitulah, akhirnya aku dan kedua gadis itu pulang.

20:34 , 3 Maret 2012
Aku tidak pernah menyangka penyakitku akan kambuh saat aku menyetir dengan kecepatan 80 KM/jam. Hal terakhir yang kuingat adalah Astri berteriak kepadaku dan aku menabrakan RX-8ku ke pohon.

2:12 , 4 Maret 2012
“Eve, bangun.” Seseorang menepuk pundakku. Ternyata Donny, senang sekali melihatnya sehat seperti dulu. Senyum cerah menghiasi bibirnya. Tangannya terulur dan membantuku bangun. Aku tidak tahu dimana aku berada, semuanya terlihat buram, hanya Donny yang terlihat nyata dan jelas.
“Kita dimana, Don?” tanyaku padanya.
“Tidak penting kita berada dimana. Eve, nanti setelah kau sadar, aku ingin kau berjanji untuk menjaga dan merawat YSS yang telah kita buat bersama. Dan aku juga ngin kau menyerahkan lagu yang aku buat pada Mitha. Dia pasti akan senang saat menyanyikannya.”
“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti,” Donny menempelkan telunjuknya di bibirku.
“Nanti Mitha akan melihat dengan mataku. Sekarang waktuku tinggal sedikit, dan aku harus pergi.” Sedikit demi sedikit sosok Donny mulai menghilang. Kucoba untuk menggapainya tapi percuma saja karena Donny sudah pergi.

3:02 , 4 Maret 2012
Hal yang pertama yang kulihat adalah wajah ibuku, wajahnya terlihat sangat khawatir. Ia tersenyum kepadaku dan berkata, “hai, bagaimana keadaanmu, sayang?”
Aku berusaha untuk duduk tapi rasa perih di perutku kembali membuatku terjatuh di atas ranjang. Tanganku memegang perutku dan ada balutan perban disana. Apa yang terjadi?
Seakan tahu apa yang ku pikirkan ibuku menjawab, “Kau mendapat donor ginjal yang cocok.”
Aku mulai khawatir sekarang.
“Siapa?” tanyaku dengan suara bergetar menahan ketakutanku.
“Donny.” Jawab ibuku datar. Airmataku tumpah seketika, aku menangis dalam diam, aku diam sementara ibuku menceritakan apa yang terjadi.
Donny, sahabatku yang terbaik, mendapatkan serangan terakhirnya dan menutup mata setelah meminta kepada dokter untuk mendonorkan ginjalnya kepadaku dan kedua retinanya kepada Mitha. Dan menyumbangkan seluruh uang dari hasil bisnisnya ke YSS.

11 Maret 2012
Bagiku suara Mitha kali ini terdengar seperti burung yang benyanyi dengan sedih. Dia menyanyikan lagu It Will Rain dengan gayanya sendiri. Ia dan Astri sudah sangat berubah sejak pertama kali aku melihat mereka di bawah derasnya hujan. Kini Mitha sudah bisa melihat dengan donor retina dari Donny.
Aku masih terduduk di atas kursi rodaku saat Sui menyuruhku untuk memberikan pidato pada acara peringatan seminggu meninggalnya Donny.
Ku tarik nafas dalam-dalam dan mulai berbicara, “Sudah seminggu sahabat kita , Donny telah berpulang. Dia bukan hanya seorang pembisnis biasa, dia adalah seorang pahlawan. Memang bukan pahlawan yang berusaha untuk mengusir penjajah, tapi dia adalah seorang pahlawan yang berperang untuk melawan penyakit yang dideritanya. Walau pun pada akhirnya dia kalah, dia memberikan kemerdekaan bagi dua orang disini. Aku dan Mitha.” Aku mengangguk kepada Mitha. “Mata untuk seorang penyanyi buta dan ginjal bagi seorang penulis yang sekarat. Dan masih banyak hal yang ia berikan.”
Aku menarik nafas dan melanjutkan. “Mungkin Tuhan sudah menuliskan skenario untuk dirinya. Mungkin juga Tuhan sudah menjadikannya sebagai penghidup bagi pemeran yang lainnya. Dia menjalankan perannya dengan sangat baik, pengorbanannya sungguh luar biasa. Dialah pahlawan kita.”
Semuanya bertepuk tangan setelah aku selesai menyampaikan sambutanku. Dan Mitha menyanyikan lagu buatan Donny, The Last Hero.

I remembered when the sky calm down
The birds were singing like the paradise will come
With the air I climb the montain to save your life
I fall, I fall, rise my spirit to make you smile
My heartbeat just for you, my eyes will watch you
Forever love, forever
Keep my spirit for the generation
May be I am The Last Hero





 By: Satay














0 komentar:

Posting Komentar